Skip to main content

Posts

Kebodohan Orang-Orang Cerdas

Oleh Reza A.A Wattimena Banyak orang cerdas di dunia ini. Mereka tersebar di berbagai tempat. Mereka dilahirkan dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Di banyak tempat, kecerdasan intelektual semacam ini dikagumi dan dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Hidup yang Mulus Mereka mungkin pandai menghitung. Matematika dan fisika bukanlah sesuatu yang sulit bagi mereka. Teknik dan komputer pun dengan mudah mereka kuasai. Sekolah bukanlah sesuatu yang sulit untuk dikerjakan. Mereka juga bisa pandai menghafal. Beberapa bahkan memiliki ingatan fotografik. Mereka mampu mengingat secara persis apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Ujian-ujian sekolah dan universitas pun dengan mudah dikerjakan secara sempurna. Orang-orang cerdas ini biasanya mempunyai pendidikan tinggi. Walaupun lahir dari keluarga miskin, kesempatan mereka untuk mendapatkan beasiswa cukup tinggi. Mereka biasanya bergelar master atau doktor dari institusi pendidikan ternama. Beberapa bahkan
Recent posts

Ideologi itu Bernama Kemunafikan

Oleh Reza A.A Wattimena Berbicara soal ideologi memang rumit. Di satu sisi, ia dianggap sebagai dasar dari sebuah kelompok, termasuk dasar filosofis, tata nilai dan tata kelola hidup sehari-hari. Di sisi lain, ideologi adalah kesadaran palsu yang terwujud di dalam kesalahan berpikir tentang dunia. Ideologi seolah kebal kritik, dan bisa digunakan untuk melenyapkan orang-orang yang berbeda pandangan. Kedua paham tersebut tak bebas dari kemunafikan. Seringkali, keduanya merupakan wujud nyata dari kemunafikan itu sendiri. Ketika kata-kata indah jauh dari tindakan nyata, kemunafikan lalu tak terhindarkan. Ia bagaikan bau menyengat yang menganggu hidung orang-orang waras. Mungkin memang hidup manusia tak pernah lepas dari kemunafikan. Soalnya lalu bukan terbebas sama sekali, tetapi soal kadar kemunafikan yang ada. Ketika ketelanjangan kemunafikan tak lagi bisa ditutupi, rasa muak muncul di dalam perut kolektif masyarakat. Adakah politik yang bebas kemunafikan? Jawabannya, sep

PANCASILA: DARI PUNCAK KEJAYAAN MAJAPAHIT HINGGA PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945

Oleh: BN Secara etimologis, kata "Pancasila" berasal dari bahasa Jawa kuno, yang sebelumnya diserap dari bahasa Sanskerta dan Pali, yang artinya "sendi dasar yang lima" atau "lima dasar yang kokoh". Mula-mula kata "sila" dipakai sebagai dasar kesusilaan atau landasan moral Buddhisme, yang memuat lima larangan. Sebagaimana disebutkan dalam Tipitaka, kelima sila itu dalam bahasa Pali adalah sebagai berikut: 1.Pānātipātā veramani sikkhapadamsamādiyāmi (Aku melatih diri untuk menghindari pembunuhan); 2. Adinnādānā veramani sikhapadam samādiyāmi (Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan); 3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi (Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila); 4. Musāvāda veramani sikhapadam samādiyāmi (Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar, berdusta, atau memfitnah). 5. Surāmeraya majjapamādatthān veramani sikkhapadam s

Ketika Manusia Menciptakan Tuhan

Setelah menyaksikan film yang diperankan Aamir Khan dan Anushka Sharma yang berjudul PK, saya seolah ditarik dalam lembah perenungan untuk kembali berpikir. Isi dari film itu lumayan berat, tentu bagi yang mengenal apalagi memaknai agama dan Tuhan secara instan. Kendati dikemas dalam konteks komedi satir, film itu justru berhasil ketika melihat ukuran pendapatan yang diraih. Film ini diberi jempol oleh berbagai negara. Meski film ini dirilis pada tahun 2014, hingga sekarang masih ramai dalam perbincangan. Dalam film itu mengisahkan Aamir Khan adalah seorang penghuni planet lain yang ditugaskan untuk sebuah misi penelitian di bumi. Misinya kemudian berlanjut setelah liontin miliknya dirampas paksa oleh seorang yang ia tak kenali. Karena tanpa liontin itu, maka mutlak baginya menjadi penduduk bumi untuk selamanya. Sepanjang pencarian liontin yang ia sebut “Remot Kontrol” itu, yang ia temukan, orang-orang hanya menjawab seraya berpasrah, “Hanya Tuhan yang dapat menolon

SHALAT: Perbedaannya Dalam Iman Kristen dan Islam

 Oleh: Taufik Hidayat Perlu dikemukakan, istilah Arab "shalat" (Aramaik: "Shelota" ) sama-sama dikenal baik dalam Islam maupun Kristen, khususnya Kekeristenan Timur. Sejarah Islam mencatat sekitar tahun 627 M ketika Muhammad menerima gelegasi dari Najran, orang-orang Kristen dipersilahkan shalat di masjid milik umat Islam.1 Catatan sejarah ini membuktikan bahwa ada paralel tradisi ibadah antara kedua umat beragama, sehingga istilah ini tidak asing bagi kedua komunitas iman. Al-Qur'an dan sumber Muslim mengakui bahwa "shalat" sebagai ritual keagamaan bukan pertama kali diperkenalkan Islam. Jawwad 'Ali dalam bukunya Tarikh ash-Shalat fi al-Islam , membahas paralelisasi ritual Islam ini dengan agama-agama sebelumnya, khususnya Yahudi dan Kristen. 'Ali lebih melacak asal-usul ritual shalat dalam Islam ini paralel dengan Yudaisme, 2 padahal lebih dari kedekatannya dengan Yudaisme, waktu-waktu shalat dalam Islam, ternyata lebih dekat dengan

Politik dan Gelak Tawa

Seiring mengemukanya peran media sosial beberapa waktu terakhir, politik yang sesungguhnya urusan sangat serius itu, tak hanya hadir secara kian interaktif di hadapan kita, tetapi juga tampil dengan wajah penuh lelucon. Kini, baik di WhatsApp, Facebook, maupun Twitter, mungkin hampir setiap hari kita melihat meme, artikel, dan status, yang menampilkan anekdot, satirisme lucu, hingga olokan tentang politik maupun elite-elite yang dianggap nganeh-nganehi. Sejumlah orang meyakini, kekuatan lelucon punya potensi mendekonstruksi, dan bahkan, melumpuhkan mitos-mitos kekuasaan. Yang lain mempercayai, gelak tawa muncul hendak mengungkapkan kebenaran yang disembunyikan. Singkatnya, dengan lelucon kritik dan perlawanan terhadap "ketidakwarasan" penguasa dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan, menghibur, tapi sekaligus diharapkan memiliki daya untuk mengingatkan penguasa agar tak mengulang hal yang sama jika tak berkenan ditertawakan. Namun, belakangan, melihat realitas yang a

Upaya Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Telaah Pemikiran Azyumardi Azra) Bagian I

Berbicara pendidikan Islam di Indonesia pada saat ini senantiasa mengundang banyak perhatian dari berbagai kalangan, mulai dari pengamat pendidikan, pakar, praktisi, hingga masyarakat awam. Hal itu terjadi karena pendidikan mampu memberikan berbagai dimensi kajian dan persoalan yang sangat kompleks dan problematik. Berawal dari Abad ke-21, dalam tataran teoritik konseptual pendidikan Islam mengalami kemandekan akut akibat kuatnya pengaruh dari sistem pendidikan tradisional. Selain itu, pendidikan Islam saat ini masih bercorak teologis normatif tanpa memikirkan kontekstualnya. Akibatnya, pendidikan Islam di Indonesia sering mengalami keterlambatan dalam merumuskan diri untuk merespon perubahan dan kecenderungan masyarakat sekarang dan akan datang. Pendidikan Islam saat ini masih terus tetap berorientasi pada masa silam daripada berorientasi ke masa depan sehingga akibatnya pendidikan Islam sering kalah bersaing dengan dalam banyak segi dari pendidikan umum. Bahkan, jika dilihat